JAYAPURA --- Kita
dapat menyimak berbagai pemberitaan belakangan ini terkait dengan
situasi-situasi di Tanah Papua. Berbagai macam bentuk pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) berat yang terjadi di Papua memang sangatlah memprihatinkan,
bagaimana tidak ? Kalau setiap hari kita sudah kembali mendengar atau bahkan
melihat ada korban nyawa terhadap orang Papua.
Di jayapura 8/06/2015 di
padang bulan dua warga korban sekian rumah di bakar dan sebelas sepeda
motor di ambil polisi dan Asrama kamkei terjadi penikaman atas nama
Hendrikus Iyai mahasiswa Umel Mandiri tali perut keluar saat ini di rawat di
rumah sakit Abepura dalam kondisi yang parah.
Rumah warga di bakar oleh
masyarakat gabungan Polisi sekian rumah bersama sebelas sepeda motor di ambil
oleh polisi dan sampai saat ini belum ada pertanggunjawaban dari pihak pelaku
ambil motor dan kebakaran rumah.
Itu bagian dari
pelanggaran berat karena apa?itu sudah jelas menghilangkan nyawa manusia oleh
pihak yang tidak bertanggun jawab maka ini harus Negara harus bertanggun jawab
itu tidak bisa tidak.
Situasi, persoalan
tersebut sudah bukan hal yang baru, bagaimana tidak.? Teror, intimidasi dan
segala bentuk kekarasaan di Tanah Papua merupakan sebuah fenomena yang setiap
saat kami hadapi.
Pernahkah kita bertanya
ada apa, mengapa, bagaimana oleh siapa dan untuk apa serta lainnya, sehingga
terjadi bentuk-bentuk kekerasan tersebut.?
Hal yang sangat
memprihatinkan, dimana bentuk kejahatan tersebut lebih banyak terjadi di daerah
dimana basis aktivis Papua merdeka berada, dan pedalaman dibanding dengan
daerah perkotaan atau pesisir semenanjung Cenderawasih.
Ketika kami anak negeri
berbicara atau bersuara tentang hak kami, selaluh menamai kami dengan berlebel
separatis, OPM, pengacau itu yang ada dari pihak NKRI.Hal serupa demikian ini
membuat rakyat bangsa papua tarauma, dan ingin mau keluar dari Republik
kavitalis ini
Dengan stigma yang selalu
dilekakan itu, maka jangan pernah salahkan rakyat Papua, ketika luka dan sakit
hati itu dijadikan sebagai sebuah kekuatan rakyat yang sangat besar, dan inilah
yang terjadi saat ini, maraknya suara dan pekikan “Kami” merupakan bukti nyata,
kalau rakyat Papua ingin bebas dan keluar dari segala bentuk diskriminasi murni
yang dilakukan TNI-Polri yang lupa dirinya, bahwa mereka juga manusia sama
serupa dengan masyarakat Papua. Tidak lama ini kita semua dikejutkan dengan
pembunuhan di jayapura, penikaman mahasiswa atas nama Hendrikus Iyai mahasiswa
asal Mapia,dan penembakan di Pania yang sampai pada jam ini belum terungkap
siapa pelaku penembakan itu.
Itu semua tindakan HAM
murni dari aparat tersebut adalah tindakan yang terkutuk, tindakan yang secara
langsung menyatakan ketidak sanggupan TNI-Polri dalam melakukan tugasnya. Tidak
ada pendekatan secara nyaman, yang terjadi hanyalah pendekatan dengan kekerasan
dan pembunuhan terhadap rakyat sipil di tanah Papua.
Pada dasarnya,
manusia ketika makin ditekan, maka dia akan semakin memberontak, dan kini kita
telah melihat bersama, dimana situasi gejolak politik, kekerasan, teror,
intimidasi, penyiksaan dan kematian warga sipil di tanah Papua sudah berada
pada stadium tingkat tinggi.
Kalau meman situasi di
papua demikan berarti rakyat bangsa Papua barat akan habis,maka sebelum rakyat
papua habis PBB segera adili Indonesia di pengadilan Internasional supaya kami
hidup tenan, aman, nyaman, di negeri kami sendiri.
Dari setiap pergantian
pemimpin ke pemimpin kita berharap bersama , agar ada perubahan yang lebih
baik, namun sebaliknya, seakan menjadi tradisi siasat kebudayaan TNI-Polri.
Masih banyak bentuk kekerasan yang terjadi, bahkan di segala bidang jika kita
cermati secara baik. Namun yang menjadi dasar dari sebuah perjuangan rakyat
Papua pada saat ini, adalah bukan semata perjuangan politik untuk mendapatkan
hak politik yaitu merdeka. Tapi ironisnya merupakan perjuangan kemerdekaan bagi
bangsa papua barat tekanan dan segala bentuk diskriminasi,dan lain bentuk HAM
Bagi kami, ini adalah
sebuah teguran rakyat yang sangat keras kepada pemimpin nasional Presiden Joko
Widodo beserta seluruh kelengkapan negara ini, agar segera memperbaiki sikap.
Jika negara ini dapat merefleksi perjalan panjang masyarakat Papua dengan
segala latar belakang berbagai peristiwa dan telah menelan korban jiwa yang
bukan sedikit, ini merupakan bagian dari persoalan-persoalan sejarah politik
masa lalu dan masa sekarang.
Persoalan masalah
status politik sampai kini belum tuntas dan bentuk kasus HAM terus terjadi
sejak tahun 1960-an sampai saat ini.
Orang Papua Barat
terus dibantai seperti halnya binatang. Kekerasan 3 tahun terakhir ini, negara
melakukan kekersan melalui TNI-Polri. Pembungkaman ruang demokrasi, pembunuhan
kilat, penangkapan sewenag-wenang sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2015
meningkat di Papua dan Papua Barat.
Pembunuhan massal terhadap
rakyat sipil yang dilakuan oleh kepolisian merupakan kejahatan Negara.
Penembakan 5 warga sipil pada tanggal 08 Desember 2014 di Paniai tidak dapat
dibenarkan degan alasan apa pun, polisi tidak harus melakukan penembakan
terhadap rakyat sipil, karena kami tidak memiliki senjata dan di papua tidak
ada pabrik senjata dan amusi Negara membalikan penembakan ini dari OPM ini
sangat keliru.
Setiap menjelang perayaan
hari Natal, Polisi terus melakuan penembakan terhadap rakyat sipil dan pembela
HAM di Papua Barat, pembunuhan massal terhadap rakyat sipil pada hari Senin 08
Desember 2014 di Paniai merupakan kado Natal yang diberikan oleh Polda Papua
dan Pandam Papua bersama pemerintahan Jokowi kepada rakyat Papua.
Kado Natal bagi rakyat
Papua pernah terjadi beberapa tahun lalu, pada tahun 2000 tanggal 10 November
2000, tokoh karismtik Papua merdeka Theys H Eluay dibunuh oleh Kopassus.
Kemudian pada tanggal 16 Desember 2009, pejuang keadilan (Almarhum) Kelly
Kwalik dibunuh oleh Densus 88 dan polisi di Timika. Kemudian pada tanggal 16 Desember
2012, Hubertus Mabel Ketua Komisariat KNPB Pusat dibunuh di Wamena.
Pada tanggal 19 Polres
Dogiyai menembak 3 anggota KNPB dan melakukan penangkapan sewenang-wenanp
terhadap 12 aktivis KNPB Dogiai dan 13 aktivis KNPB, kemudian 15 orang dibebaskan
3 hari kemudian 10 orang masih ditahan.
Kado Natal oleh
pemerintahan Jokowi-JK tahun 2014, TNI-Polri menembak mati 5 orang dan 22 orang
terluka di Paniai . Hal ini merupakan pemusnahan “Ras Melanesia” dilakukan oleh
pemerintah Indonesia melalui Polda Papua Pandan Papua bersama pemerintah
Jakarta dari tahun ke Tahun. Kepolisian Daerah Polda Papua, terus melakukan
kekerasan di tanah Papua Barat, kami menilai semua kekerasan di Papua aktor
utama adalah Polda Papua dan Papua Barat Pandam Papua bersama pemerintah
Jakarta.
Tindakan aparata
Kepolisian terhadap rakyat sipil benar-benar tidakan tidak manusiawi. Polda
Papua harus bertanggungjawab atas tindakan aparatnya di Paniai bersama Organda
karena ini HAM berat.
"Penulis Adalah:Musa Boma Aktivis Mahassiwa Uncen Fakultas
Fisip Jayapura-Papua"